Senin, 13 Februari 2012

May Be...


May Be..
    Mungkin..... kata “mungkin” bisa menjadikan sebuah dorongan untuk maju atau mundur, kata yang sederhana, namun seperti tak memberi keputusan, membuyarkan hati dan pikiran. Kata “mungkin”…. Yah memang sederhana, tapi begitu rumit untuk dimengerti, begitu membingungkan, tak ada kepastian disana, tak ada keputusan disana.
    Kata “mungkin”  sekilas ia memberi keamanan dalam pilihan, namun sepihak. Dan seperti memberikan keraguan dipihak lainnya, tak bisa dihindari dan tak bisa dipecahkan, tak juga memihak dan tak juga memilih, hanya kelabu, kabur,dan hambar…
    Yah… terkadang merasa sebal dengan jawaban “mungkin” seoalaaaah…. Tapi apa daya, kita juga membutuhkannya, kita juga menggunakannya, atau bahkan sering terucap dengan sendirinya. Kata  “Mungkin” bisa saja membuat kita untuk sabar menunggu kepastian yang akan datang,entah kepastian manis atau pahit…. Semua hanya bisa dijawab dengan “mungkin”
  

Sabtu, 21 Januari 2012

pucuk absurd.

dua kata buat foto foto yang dibawah ini = PARAH+UNYU











                                  AND.... FOTO TERAKHIR BENER2 ABSURD!!!! ekspresif total!!!                                   

Jumat, 15 April 2011

MY KANVAS

warna itu hanya melayang di atas kanvas ku..., tak ada satu warna pun yang tergores di atas kanvasku, kalaupun ada warna yang menetes, aku yakin =..., bahwa itu hanyalah sebuah ketidak sengajaan, belah kasihan, atau kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan warna warna yang melintas di atas kanvasku...
terkadang mereka heran dan bertanya... kenapa kau tidak memberikan warna sendiri di atas kanvasmu...??? aku hanya menunduk, dan menggelengkan kepala, lalu berlari sejauh mungkin dan menangis...

aku melihat kanvasku, betapa berharganya kanvas ini, aku tak ingin menodainya dengan keburukan dan kegagalan yang akan muncul dari tanganku, aku kembali merenung, kenapa sampai saat ini belum ada seseorang yang mau membimbingku dengan kasih sayang, ketulusan, ataupun cinta yang indah untuk menggoreskan sebuah warna yang indah di atas kanvasku, walaupun hanya setitik yang tak terlihat diameternya, aku akan mengenangnya apabila ada warna ketulusan yang ada dalam kanvasku.

aku akan tetap menunngu segores warna ketulusan itu, dengan penuh kesabaran, walau telah banyak air mata yang kuteteskan dalam detik detik yang telah kulalui.., walau warna cinta yang hanya melintas di atas kanvasku

-Kurnia Indah .A.-

Rabu, 30 Maret 2011

setan songong !

oke, saya mau cerita maaa... jadi kemaren aku, mbak nora, inta, megan, eda, adel, vista, eva, tia, nanda,dewi, endah, daaan syifa *ni anak kagak dapet pasangan, langsung panik dah orangnya, hihi* pergi ke Haunted House, itu tuh festival rumah hantu, ada OBAKE sama LAWANG SEWU...
pertama- tama kita masuk ke yang Lawang Sewu, masuknya max:4 org, aku ber-4 sama mbk nora, inta, sama megan, waktu ngantri mau masuk itu, ada kuburan2 di sampaing kanan, eh eda, megan, inta, ama ane malah bercandaa : said "ya ampun itu kan kuburan si ucel, yang kemaren habis di kejar kantib.., gara2 mau ambil daleman malah ke cemplung got kan.., aduuuhh..., kasian bener.." eh waktu dah di masuk ruang persiapan langsung pada panik daaahh..., langsung buat kesepakatan, pokoknya nanti nyanyi "kami anak reguler" dan itu tandanya lagi takut berat.
masuk2 langsung di sambut tereakan nggak jelas, ane langsung nyanyi pertama ddeh.. dan baru jalan dikit aja udah kesesat, beeehh.. parah!, gara2 nggak tau jalan, sama inta semua temboknya di tabrakin, untung aja kagak roboh. gara gara kita nggak nemu jalan selanjutnya, setan kuntinya nyampe nunjukin jalan, tapi mukanya nggak santaii.., mukanya sih serem *padahal ketuttupan rambut* tapi gayanya kayak tukang parkir lagi dehidrasi gitu. bwahahaha..
jalan agak rumit, banyak rumbai2nya bikin kesrimpet *bahasanya ancur*, trs ada kardus kardus nggak jelas, gara2 jalannya susah, trus aku kegencet gencet sama si inta, terpaksa kardusnya ane injekin sama ane tendanggin, hehehe... *merusak fasilitas*
tapi bahuku juga sempet ke cantol bambu, suakiitt gilaaa..., trus aku lansung mau narik mbk nora, waktu tak pegan koko agak aneh, trus tak tarik2 kok nggak mau pindah, terus terpaksa aku lihat apa yg tak pegang, daaann.. jeng jeng, bukan mbak noraaaa...,malah pocong yg ane tarik, hwaaaa.. *syok beraat..!*
mana si megan di grepe grepe, hahaha.., trus si megan juga di tereakin di kuping kanan kirinya , melas bener..., eehh... megan langsung teriak : aaa... iya mas.. aku anak reguleerrr..." kayaknya setannya langsung heran waktu megan teriak begitu, dan parahnya lagi sandalnya megan malah ketinggalan di dalem, bwahaahha *maaf meg, ketawa refleks nii..*
waktu di ruang terakhir, kita di kejar2 sama pocong item, jelek, gempal *maaf bagi yg merasa, ampuuunn...* sampe pintu keluar, trus megan lapor klo sendalnya ilang, trus sama pak2 pocongny mau di cariin, wah.. pak pocongnya baik, trus kita dadadada deh sama pocongnya...


kita ngantre lagi buat yg di OBAKE,wow...,sayang adel sama eda nggak ikut.., di dalam antrean.., mukanya udah pada pucet, masih pada ngos ngosan *termasuksaya* megan juga nyerah.., baru kali ini liat megan nyerah, kayaknya megan kena karmna gara2 nakut2in aku terus di sekolah, ternyata dia kejer2 sendiri...,ckckck.., tapi teman2 tetep maksa, said " ayo meg, terusin, sayang, seru kok, bla bla", megan hanya menjawab " gundulmu !" dan dia pun ikut.. hahaha. *tertawa puas*
masuknya kali ini berenam, aku nggak begitu merhatiin siapa aja, tapi yg jelas aku, nora, inta, megan jadi satu, trus kyknya ada nanda sama syifa, waktu masuk di ruang persiapan, biasaa lah ribet lagi, cuma ngatur barisnya, trus akhirnya aku nanda paling depan, dan saya paling belakang sama inta.., hwaaa.., tapi untungnya, ada 2 mas mas yang mau nemenin, alias mandu kita2, satu di depan satu di belakang, huufft.., pertama aku tenang soalnya ada yg mandu dari belakang, eh ternyata, malah ikut teriak, nakut2in kita, apalagi saya di dorong2 masnya *nyebai*
di Oboke, jalannya lebih panjang sama sempit, jadi hantunya deket banget,mana setannya kayak mau nyosor nyosor gitu. nanda said "mas minggiirr.., klo nggak tak pukul lho !" nanda nggak sante *sangar*, apalagi waktu di pegang kakinya.., sungguh miris keadaan saya --> kaki di pegang 2"nya --> setan di kanan kiri ada --> mulai grepe2 --> masnya yang di belakang dorong2 --> setannya pegang pundk ane yang lagi sakit --> saya teriak "WOI MAS..., SAKIIIITT NIII..!! --> SETANNYA BELUM NGEDONG JUGA --> tak teriakin sekali lagi baru di lepas, huuuffft..., aku lansung lari ke tengah, sampe keluar !, tapi masnya yang di belakang tadi kayaknya juga kena karma deh, soalnya jarak kelompok ku sama yg di belakang nya kedeketan, jadi masnya terpaksa nahan2 biar kelompok yg di belakangku nggak gabung sama kelompokku, dan alahasil masnya di amuk sama kelompok di belakangku tadi, hahahaha... *tertawa puas*, itu di lakukan karna waktu masnya dorong2 ane nggak mempan kali ya.., hihihi..
dan akhirnya kita keluar + langsung cari minum, dan mas2 penjual minumnya latah, masak cuma ada light kamera aja kaget *heran*, jadi intinya, di haunted house banyak mas mas ANEH ! *lhoh ?*

Senin, 31 Januari 2011

Cahaya yang Redup

sosok lelaki itu selalu menerangi hidupku, selalu meramaikan hidupku saatku kesepian, selalu mengisi jiwaku saat jiwwaku kosong, menenangkan pikirannku saat aku sedang berkecamuk. Tapi sekarang pikiran ku mulai berkrecamuk, perasaan ku tak tenang, ada apa ini ?

***

Sore itu seorang perempuan yang sama menawannya dengan lelaki itu datang menjemputku, sepertinya kabar buruk. wajahnya yang lesu dan pucat pasi mendukung dugaanku, dia segera membawakau ke sebuah gedung yang megah, tapi bukan gedung yang diharapkan untuk di datangi, aku hanya mengikuti langkahnya. Tiba-tiba ia menghentikan langkahnya, lalu ia menatapku, tatapannya mulai di sertai air mata, aku pun melihat ke arah tatapannya sebelum ia menatapku. oh... sungguh pemandangan yang menyakitkan, aku tak menyangka seorang lelaki yang berharga dalam hidupku kini berbaring lemah, dengan cucuran darah di tubunya. Kenapa semua bisa terjadi, hidupku terasa hampa dan gelap, aku kehilangan sebuah cahaya, bagaimana bisa sosok lelaki yang menawan dan baik hati sepertinya bisa berbaring lemah di dalam sana dengan berbagai alat bantu untuk mempertahankan hidupnya.

***

KRITIS...,sunggguh cadas ia mengucapkannya, satu kata itu membuat kami di banjiri air mata, kini aku memeohon do'a kepada Tuhan yang maha kuasa, dan aku melakukan apapun untuk mengembalikan sang cahaya hidupku, aku meminta bantuan kepada siapapun yang bisa mendo'akannya, "bertahnlah, berjuanglah untuk menghadapi ini semua..., aku akan membantumu sebisaku...jangan tinggalkan aku, Kak.." itu yang bisa ku ucapkan di sampingnya. aku tau kini cahaya ku mulai meredup...

***

pagi harinya ia di bawa ke sebuah ruangan untuk berjuang lebih keras, kami semakin berdebar, sayang rambut indahnya harus di hilangkan semua terlebih dahulu, namun kharismanya tetap ada dalam dirinya. kami berdo'a juga lebih serius.
Seorang berbaju putih berbalut kain hijau pun keluar, ia mengakatakan "BERHASIL" suatu kata yang kami nantikan dan kami harapkan, dan itucukup membuat kami lega. Aku segera mengabari semua orang bahwa operasi itu sukses.
aku tau, kau bisa melewati ini semua, walaupun matamu masih tertutup aku senang kau selamat dari kecelakan maut itu, aku tau kau bisa mengalahkan benturan truk dan mobil itu, tak sulit bagimu untuk itu, aku percaya kau orang yang kuat, dan pantang menyerah, sebagai adik aku akan senantiasa menunggumu sampai matamu terbuka..., dan cahaya itu segera kembali dalam hidupku...

Senin, 27 Desember 2010

Saat Kejujuran Berbuah Dusta

Aku terlahir di tengah keluarga bagahia penuh berkah, penuh rahmat dari Allah, siapa lagi kalau bukan Tuhan yang Maha Esa dan Kuasa. Dengan kuasaNya itulah aku hidup, dengan kuasaNya itulah terlahir. Aku senang aku bahagia.
Ayah, Ibu, dan terutama adikku. Adik segalanya bagi aku dan kehidupanku. Memberi petunjuk dikala ku lepas dari jalanNya, memberi petunjuk dikala ku lupa akan nikmatNya.
Adik sebagai sahabat, adik yang juga sebagai kekasih. Kekasih yang lebih baik, lebih mengerti dari kekasih siapapun juga. Tapi masih belum sesempurna kekasih Allah, yaitu seorang Nabi. Nabi yang selalu memberi petunjuk dan nasihat baik pada umatnya, dan menurutku adikku hampir seperti itu. Tapi itu hampir dan bukan sama karena itu tidak akan pernah terjadi.
Bahkan saat orangtua tak ada untukku, datanglah adikku. Menghibur saat ku sedang nestapa. Aku bersyukur bahkan sangat bersyukur. Tuhan telah mengirim adik seperti ini. Tapi itu takkan terjadi jika tak ada orangtuaku. Aku juga beterimaksih pada mereka, orangtuaku.
Mereka berhasil menjadikan adikku sebagai seseorang yang baik dan benar. Tak hanya di mata manusia bahkan di mata Tuhan sekalipun. Dengan kejujuran dan ketulusan hati yang mereka miliki. Yang asalnya sudah tak diragukan dan bisa ditebak lagi. Pasti darimu Tuhan, Tuhan Maha Sempurna dan Maha segalanya “terimakasih” .
Tak tahu kenapa setiap melihat adikku aku langsung tersadar dan terbangun dari tidur mungkarku yang selama ini menerjang tiba-tiba. Sungguh ini benar-benar fakta. Aku sayang adikku bahkan cinta dan sangat. Aku tahu itu, begitu juga adikku pasti dia juga mempunyai perasaan yang sama padaku. Seorang kakak yang seharusnya lebih dewasa dari adiknya tapi ini bukan bahkan tidak SAMASEKALI !!!!
Kadang aku malu, tapi bukan kepada manusia tapi pada diriku sendiri dan pada Tuhan. Kami tercipta sama-sama sebagai manusia bahkan sebagai saudara kandung. Aku terlihat begitu bodoh saat bersanding dengan adikku. Dia begitu gagah, begitu menawan, begitu rupawan.
Dengan jubah putih panjang yang melekat di badan indahnya itu. Membuat wanita manapun jatuh cinta padanya. Ditambah kulit putih yang melengkapi kesempurnaan fisik itu, membuat orang yang melihatnya tak ingin pergi dan jauh-jauh darinya. Senyuman dan sapaannya begitu memepesona. Yang tambah membuat istimewa adalah kejujuran dan ketulusan hatinya yang benar-benar nyata. Aku bangga benar-benar bangga. Bukan bangga karena fisiknya tapi karena kejujuran dan ketulusan yang dimilikinya.
“Uh…bodoh!!! Aku bangga dengan adikku. Tapi kenapa kadang aku jengkel juga karena aku selalu terlihat bodoh ketika berada di sampingnya”
Tapi juga tak selalu dan tak selamanya aku menyesali ini. Aku sadar dan aku bukan sombong. Kalau aku bodoh kenapa selama ini aku mencoba mempelajari hal hal baik, yang selama ini diremehkan setiap orang. Kenapa juga kalau aku bodoh aku mencoba mempelajari bahkan mengamalkan isi kitab suci. Kenapa juga kalau aku bodoh aku membagi ilmu cetek yang kupunya ini kepada manusia-manusia miskin ilmu miskin iman?
Ya, aku sadar itu. “Kalau dipikir-pikir aku juga nggak bodoh-bodoh amat” tapi memang adikku lebih bagiku. Lebih apapun itu.
Tapi………………tidak untuk sekarang. Kejujuran yang selama ini dibangun dan dicipta susah payah oleh orangtuaku hilang dan musnalah sudah.
Adikku bukan seperti dulu. Adikku bukan adikku yang dulu. Semua berubah, semua hancur sudah. Aku benar-benar tak mengerti.
“Apa mungkin ini salahku” tak bisa mendidik adik yang seharusnya menjadi tanggungjawabku ketika orangtua tak ada. Tak bisa menjaga adik untuk selalu berbuat semestinya. Tak bisa merawatnya ketika sakit iman sakit ilmu datang begitu saja.
Aku menyesal. Aku kecewa. Menyesal dan kecewa pada diriku sendiri. Entah kenapa ini semua bisa terjadi. Entah kenapa ini semua harus terjadi pada adikku, kenapa harus adikku?
“Tuhan….kembalikan semua Tuhan. Kembalikan semua untuk adikku. Bahkan aku rela menukar nyawaku untuk kembalinya kejujuran dan ketulusan hatinya Tuhan, hati adikku….”
Seharusnya aku yang sebagai kakak memberikan sesuatu pada adikku, sesuatu yang takkan membuatnya seperti ini. Menjadi seperti tak pantas lagi disebut sebagai manusia. Bahkan tak pelak lagi menjadi seorang manusia mengerikan di planet ini.
Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Hanya menyesal dan berdosa yang sekarang sedang melandaku.
Saat itu tepat tanggal 23 Maret 1997, adikku mulai membuat masalah besar yang sama sekali tak ku sangka dan sadari. Saat itu adikku mulai mengenal pacaran. Bahkan lebih mengejutkannya lagi, saat itu adikku telah mempunyai pacar, yang selama ini tak ku ketahui.
Aku semakin sadar dan tahu, berarti selama ini adikku telah berubah sebelum tanggal 23 Maret, waktu di mana aku merasa sangat tak berharga dan tak pantas lagi dipanggil ‘Kakak’. Aku menyesal….
Adikku semakin menjadi, yang pada akhirnya orangtuaku mengirimnya ke Pondok Pesantren. Tempat di mana nantinya dia akan dibimbing. Tapi belum ada satu minggu di sana, adikku sudah keluar. Keluar bukan karena kemauan ayah dan ibu. Tapi keluar karena kemauannya sendiri. Kabur bersama kekasih barunya, meninggalkan yang dulu.
Betapa hancur hatiku melihat adik yang selama ini kubanggakan dan kudidik akhirnya tumbuh menjadi manusia yang seperti ini. Apalagi orangtuaku, mereka tambah hancur. Selama ini telah bersusah mendidik, meluangkan waktu, bahkan memberikan segalanya hanya untuk kami terlebih adik yang kusayangi itu atau bisa disebut dulu. “Tapi,……………” tidak maaf ‘Tuhan…’ aku berkata seperti itu. Sampai kapanpun aku akan tetap menyayanginya. Jujur dari hati. Aku sayang adikku.
Entah adikku dan kekasih barunya itu pergi kemana. Kami mencari kemana-mana. Hanya berharap tak terjadi apa-apa dan adikku juga takkan melakukan apa-apa yang di luar batas. Aku takut bahkan sangat takut. Apalagi adikku pergi bersama perempuan. Mungkin dulu aku tak terlalu khawatir, tapi sekarang tidak lagi karena sekarang adikku juga bukan adik yang dulu lagi.
Yang pada akhirnya, tepat tanggal 12 April 1997, adikku tergeletak lemas tak berdaya bercucuran darah di seberang jalan di depan sebuah warung soto favoritku.
“Ya, Tuhan apa yang terjadi. Ternyata dugaanku benar. Aku hanya berharap Tuhan memberikan kesempatan baginya lagi”
Doaku terkabul. Adikku selamat, tapi…….kaki kanannya harus diamputasi karena luka yang sangat parah. Di situ aku berharap adikku akan berubah setelah kejadian itu.
Tapi tidak….adikku malah semakin menjadi, tak kapok dengan teguran Tuhan itu. Dia tetap saja santai pacaran dengan kakinya yang hilang satu itu, ditambah dia malah semakin giat meminum miras dan sebangsanya. Membuat Ibu semakin sedih dan menangis setiap malam. Ibu merasa telah gagal mendidik Furqon, adikku. Yang sekarang nama itu telah digant menjadi ‘Steven’ yang entah apa artinya itu.
Aku benar-benar kecewa. Yang pada akhirnya adikku memutuskan untuk putus sekolah dan hanya ingin bermain bersama teman-temannya saja. Ibu dan ayah sudah melarang keras. Tapi apa daya Furqon tetap melawan. Yang pada akhirnya, saat akan pergi bermain, Tuhan mengujinya lagi. Furqon kecelakaan bahkan kecelakaan ini lebih tragis dibandingkan dengan kecelakaan yang baru menimpanya seminggu lalu.
Kaki dan tangan kirinya harus diamputasi. “Ya, Tuhan apa maksud semua ini. Jika kau ingin mengambil adikku aku sudah ikhlas, bahkan aku rela memberikan nyawaku sekalipun. Tapi tolong Tuhan jangan seperti ini”
Aku mengira bahwa setelah kejadian itu adikku benar-benar akan kembali dan sadar. Tapi TIDAK ternyata. Adikku malah semakin menjadi lagi bahkan sudah stadium 3. Adikku malah menjelek-jelekkan Allah, dan menyalahkannya. Membuat tanganku melayang ke pipi adik kesayanganku yang lembut penuh rahmat itu (dulu).
Adikku pergi, menangis keluar dengan tongkat pengganti kakinya ditambah hanya berpegangan dengan tangan satu yang rapuh, bukan rapuh termakan usia. Tapi rapuh termakan kemunafikan dan kebohongan yang sekarang sedang giat-giatnya menyerang hati adikku yang dulunya lembut dan penuh iman itu.
“AAAAAAAAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa>>>>>>>>>>>>……………………….!!!” Hatiku miris mendengar jeritan itu ada apa Tuhan? “Jangan-jangan itu…………” aku segera berlari kea rah jalan raya mencari sumber suara yang terdengar begitu menggelegar itu.
“ASTAGAAA.. Furqon…..!!!!” aku menangis segera menghampiri adikku itu. Betapa besar Tuhan. Aku baru melihat manusia kecelakaan begitu parahnya sepeti itu.
Saat itu Ibu langsung jatuh pingsan tak berdaya melihat anak kesayangannya telah rusak raganya. Aku takut rasanya ingin menjerit melihat kejadian sore yang memilukan itu.
Saat itu aku hanya berharap bila Tuhan telah mengutus Jibril mengambil adikku dari kami, aku ingin adikku diambil dengan cara yang baik dan tulus, sebaik, setulus, dan sejujur kasih sayang kami untuk Furqon, adikku.
Aku sudah kehilangan harapan.
“Tuhan kali ini aku benar-benar jujur. Tolong jika kau hanya ingin mengambil adikku dengan cara yang mengenaskan, jangan Tuhan jangan aku mohon. Kalau itu memang benar, lebih baik tukarkan saja nyawaku ini Tuhan untuk adikku. Aku sangat menyayanginya. Aku ingin dia berubah. Walau nanti akhirnya dia hanya bisa hidup dengan segala keterbatasan fisik, tapi aku berharap setelah dia engkau berikan hidup untuk ketiga kalinya aku yakin pasti dia akan berubah. Ayo Tuhan tukarkan sekarang!! Cepat Tuhan aku tak ingin dia merasakan sakit lebih panjang lagi menunggu ajalnya. Aku tak ingin kejujuran yang selama ini telah orangtuaku cipta hanya akan berbuah dusta saja Tuhan. Aku mohon Tuhan dengan segala kerendahana hatiku.
Walau aku tahu bahwa amalku belum seberapa. Tak cukup hanya dengan hafal perbuatan baik yang sederhana dan mengamal selama ini saja kalau aku tak bisa menjaga kejujuran hati orangtuaku. Komohon Tuhan kumohon!! Aku yakin karena aku juga yakin kehendakMu Tuhan. KUMOHON!!!. “
GLEGAR,petir-petir menggelegar, dan angin bertiup kencang….. sore gelap itu tiba-tiba berubah jadi cerah benderang dengan hembusan angin sejuk menerpa kerudung putihku. Membuatku merinding, dan yakin Tuhan telah menjawab doaku. Saat itu aku bersiap menghadapi jawaban Tuhan. Menanti Jibril mengambilku dengan cara yang baik.
Perlahan badanku terasa dingin dan lemas, sampai aku takut dan mencoba menutup mata, dan ternyata menutup mata untuk selamanya.
Terima kasih Tuhan atas jawaban doaku. Walau tetap saja kejujuran yang selama ini tercipta hanya berbuah dusta. Tapi aku lega bahkan sangat lega. Aku hanya berharap adikku bisa hidup jujur dan tak lagi dusta dengan suratan hidupnya di dunia yang hanya penuh fatamorgana.

AKU JUGA MANUSIA

Aku terlahir sebagai seorang anak yang tak diinginkan oleh manusia-manusia. Terlebih kedua orangtuaku yang seharusnya ada di saat-saatku yang seperti ini. Sendiri, sebatangkara, tak tahu harus berbuat apa.
Lemah tak berdaya, menangis, bersedih, termenung seolah telah menjadi rutinitasku sehari-hari.
Semut, daun jatuh, awan hitam, awan putih, hujan, angin menerpa, juga telah mengisi kekosongan hidupku ini, seolah telah menjadi sahabat setiaku. Lebih setia, lebih mengerti dibanding dengan seorang manusia sekalipun.
Jika bisa memilih, aku tidak ingin terlahir ke dunia ini. Dunia penuh fana, penuh derita, penuh nestapa. Lebih memilih bersama Tuhan selamanya. Tapi apa daya pada akhirnya terlahirlah juga.
Memiliki orang tua sempurna harta, sempurna rupa, sempurna fisik, tapi bagiku tak sempurna perasaan dan hati. Aku hanya disia-siakan. Aku tahu bahkan sangat tahu bahwa kedua orangtuaku memang tak ingin apalagi berniat melahirkanku.
Melahirkan seorang anak cacat yang sama sekali tak memiliki satu keistimewaan tersendiri. Hanya bisa merepotan, hanya bisa menggantungkan.
“Ya Tuhan. Tolong aku yang lemah ini. Aku hanya ingin dianggap, aku hanya ingin dimengerti. Hanya itu Tuhan, hanya itu”.
Walau lagi-lagi aku tahu bahkan sangat tahu. Bahwa itu hanyalah angan-angan biasa yang yang hanya menjadi sebuah mimpi konyol yang tak ada artinya apa-apa.
Tapi tekad entah mengapa aku ingin sekali maju. Maju untuk menang. Membuktikan bahwa orang cacat sepertiku ini bisa maju. Maju tanpa orang mengasihi. Maju tanpa orangtua sendiri.
Merubah hidup, merubah nasib, merubah hati, merubah perasaan. Fisikku memang cacat, fisikku memang lemah. Tapi jiwaku tak cacat, tapi hatiku tak lemah. Aku kuat, aku bisa.
Yang pada akhirnya, pada tahun 1992 tepat pada tanggal 22 April, orangtuaku benar-benar telah mencaciku, mencabik perasaanku. Aku dikirim di sebuah asrama.
Asrama yang asing bagiku, entah orang-orangnya, tempatnya, bahkan suasananya sekalipun. Aku seperti berada dalam penjara. Di situ aku termenung.
Apakah ini pertanda bahwa orangtuaku memang benar-benar ingin membuangku. Sampai seperti inikah mereka membenciku? Sampai seperti inikah mereka tak menganggapku? Serendah inikah aku?
Ok, aku bisa mengerti jika memang mereka ingin membuatku mandiri. Tapi menurutku apa yang dilakukan oleh orangtuaku sepertinya bukan untuk hal itu. Tapi memang untuk membuangku, untuk menjauhiku. Anak cacat yang tak ada artinya apa-apa.
“Hush….Rani kenapa melamun? Ayo masuk hari sudah gelap. Mau hujan, kita makan yuk di dalam sama teman-teman yang lain?. Makanannya sudah siap lho!” Bu Ana mengagetkanku, hatiku benar-benar tersentuh.
Selama 9 tahun aku hidup di dunia ini, baru sekarang aku merasakan kasih sayang, perhatian yang benar-benar real dari hati seorang manusia.
“Luar Biasa!” ternyata manusia seperti ini memang ada di dunia. Aku merasa sangat senang. Berasa terbang. Berasa tak lagi memikirkan orangtuaku yang selalu acuh tak acuh atas keadaanku ini.
Ya, sejak saat itulah aku mulai maju. Maju untuk menang. Maju untuk menjadi seorang manusia seutuhnya.
Sejak saat itu juga aku mulai betah di asrama. Bahkan lebih betah dari di rumahku sendiri.
Di rumah yang bagiku seperti penjara, penjara hidup dengan besi-besinya yang begitu dingin. Dingin di dada, dingin di hati, hanya membuat sesak, hanya membuat marah, hanya membuat nestapa.
Di asrama, aku diajarkan semuanya. Dari yang tak ku tahu sampai yang sama sekali tak ku mengerti. Mengajariku arti hidup, arti hidup yang sesungguhnya.
Bersama teman-teman setia, bersama teman-teman senasib dan seperjuangan juga. Baru kali ini aku merasakan bahagia. Sampai aku tak sadar bahwa selama 22 tahun lamanya aku telah berada di asrama yang bagiku seperti surga. S
Selama 22 tahun itu juga aku tak diberi kabar, apalagi dikunjungi oleh orangtuaku. Tapi sekarang tak mengapa aku sudah terbiasa dengan keadaanku yang selalu saja seperti itu. Tak dianggap oleh orangtua sendiri.
Sampai pada akhirnya. Dalam hidupku ini aku menemukan sesosok pendamping yang sangat setia, menyayangiku dengan tulus, dengan kasih sayang yang sejati.
Ya, dia adalah Rico Palevo, seorang pengusaha kaya yang sukses dan penyayang. Yang pada akhirnya hari yang kutunggu-tunggupun tiba. Tanggal 15 Desember tahun 2005 tepat pukul 10.00 WIB.
Menyuntingku, menyatakan perasaannya dihadapan orang banyak tanpa rasa malu sedikitpun. Tanpa rasa ragu sedikitpun. Aku benar-benar bahagia. Walau tak ada orangtuaku saat itu. Aku hanya berharap Tuhan selalu memberi keselamatan atasnya.
Tak berasa, sudah 1 tahun bersama Rico. Sampai akhirnya Tuhan benar-benar memberiku kesempatan, seorang buah hati yang begitu cantik dengan fisik sempurna telah lahir melengkapi hidupku.
Bahagia dan rasa syukur, itulah yang berada di hatiku….
Walau saat itu lagi-lagi aku teringat orangtuaku. Aku ingin sekali mereka berada di sini. Melihat cucunya yang manis, yang cantik, yang akan membuat mereka bangga.
Tapi, oh Tuhan maafkan aku. Lagi-lagi aku berangan yang tak pasti yang tak akan terwujud ini.
Sampai akhirnya lagi Tuhan yang begitu adil dan sempurna itu memberiku kesempatan untuk menimang seorang anak lagi.
Anak yang juga sempurna fisiknya, anak manis yang begitu rupawan seperti ayahnya. Lagi-lagi bahagai dan rasa syukurlah yang ada di hatiku ini.
Benar, mereka anak-anakku tumbuh menjadi anak-anak manis yang penuh keceriaan. Bisa menerima keadaanku apa adanya dengan tulus, dengan kejujuran hati.
Yang pada akhirnya selama 19 tahun tak bertemu orangtuaku. Sejak aku dititipkan atau lebih tepatnya dibuang di sebuah asrama yang malah membuatku tumbuh menjadi seorang gadis yang benar-benar mampu melawan kerasnya hidup.
Aku mendapat warta bahwa kedua orangtuaku kini telah tiada. Bukan tiada lagi disisiku tapi juga telah tiada di dunia fana.
Hatiku menjerit tak bisa menahan perasaan. Aku menangis menolak suratan Tuhan ini. Tapi apadaya aku juga tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Tapi entah mengapa aku tidak merasakan sesal dalam dada. Aku hanya berharap Tuhan menempatkan mereka disisnya yang paling baik, yang mulia bagi diri mereka.
Berharap juga Tuhan mengampuni mereka atas sikap dan tingkah lakunya yang tidak mensyukuri akan nikmat dan karuni Tuhan yang begitu berharga yaitu aku anak mereka.
Anak yang seharusnya dijaga dan disayang. Bukan untuk disakiti dan dibuang. Dalam tekad aku telah merasa puas bahwa aku bisa maju, aku bisa menunjukkan pada mereka bahwa aku bisa tanpa mereka.
Berpesan pada Tuhan untuk menyampaikannya pada mereka……
“Ibu, Ayah baik-baiklah kalian di sana. Aku telah tumbuh menjadi seorang manusia yang berharga. Walau aku tahu mungkin kalian masih menganggapku tak berdaya. Tapi tak apa aku akan tetap menyayangi kalian, aku akan tetap mencintai kalian tulus dengan jiwa dan raga. Terimakasih atas semuanya”
Kini aku mulai mengerti apa artinya hidup, seorang manusia hanyalah ciptaan Tuhan yang tak sempurna. Sekalipun mereka memiliki segalanya.
Yang hidup bahagia pasti akan musnah, begitu juga manusia yang nestapa pasti akan musnah juga. Musnah jiwa musnah raga.
Kembali lagi padaNya. Hidup ini banyak mengandung pelajaran tapi itu semu , tergantung pada kita apakah mau mempelajainya atau tidak.
Aku mengerti benar-benar mengerti. Aku takkan lagi menyesali semua ini. Kini apa yang telah kumiliki sudah cukup untuk diriku yang lemah ini, yaitu aku memiliki keluarga yang mengerti.
Mengerti di setiap saat ku ingin berbagi hati. Terima kasih Tuhan, kini ku telah dianggap. Karena aku juga manusia.